CIMAHI, METROPAGI.COM — Konflik lama mengenai warisan tanah kembali muncul di Kota Cimahi, Jawa Barat. Seorang ahli waris mengklaim kepemilikan atas sebidang tanah yang sebenarnya telah dijual secara sah puluhan tahun silam. Dugaan kejanggalan dalam dokumen jual beli dan sertifikat hak milik memperkeruh situasi.
Permasalahan ini kini ditangani oleh tim “Jabar Istimewa” Grup 3, yang diketuai oleh Suwarman Gulo, S.H., M.H., bersama anggota tim: Agus Mulyadi, Ahyana, dan Novan Muhammad Sofyan. Mereka menyelidiki warisan dari pasangan Dan dan Ani, yang memiliki 10 anak. Harta warisan berupa tanah dan bangunan dibagi menggunakan surat ukur dalam tiga kategori warna: merah, ungu, dan biru.
Tanah dengan penanda warna biru dibagikan kepada Theresia Mariana, Andriana, Yasmina, dan Lilis Setiawati. Pada 17 Juni 1995, Theresia Mariana—yang mendapat kuasa jual—menjual bagian tersebut kepada Budi, suami Lilis, seharga Rp6 juta.
Sementara itu, tanah berwarna ungu dibagikan kepada Martina, Andi Mulya, dan Juliana, dengan kuasa jual dipegang Juliana. Sedangkan tanah yang ditandai warna merah diberikan kepada Yohanes Julius, Kurniawan, dan Agustinus Hartawan, dengan kuasa jual berada di tangan Yohanes Julius.
Tanah merah inilah yang kemudian menjadi pusat sengketa. Berdasarkan Akta Jual Beli No. 350/KCT/1997, sebidang tanah seluas 75 m² di Blok Condong Pensil, Persil 99 D2, Kelurahan Setiamanah, Kecamatan Cimahi Tengah, telah sah dijual oleh Yohanes Julius kepada Cepi Hardian, suami dari Ibu Biar Nina.
Namun, pada 2017, muncul klaim baru dari Maria Magdalena Setiawati, yang mengaku sebagai pemilik tanah tersebut berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 02357. Sertifikat itu diterbitkan oleh BPN melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), dan menyebut bahwa tanah dengan luas 312 m² tersebut merupakan milik pribadi Maria.
Polemik semakin rumit setelah ditemukan bukti kwitansi jual beli antara Cepi Hardian dan seseorang bernama Rudi, bertanggal tahun 2008. Padahal, menurut catatan keluarga, Cepi telah meninggal dunia sejak 2002.
“Kami menemukan kejanggalan serius. Bagaimana mungkin seseorang yang telah meninggal enam tahun sebelumnya masih bisa melakukan transaksi?” ujar Agus Mulyadi, anggota tim investigasi.
Saat ini, tim “Jabar Istimewa” tengah berusaha menyelesaikan sengketa secara kekeluargaan melalui musyawarah. Jika tak ditemukan titik temu, proses hukum akan ditempuh sebagai langkah terakhir.***