JAKARTA, METROPAGI.COM – Pengamat politik Rocky Gerung menyatakan bahwa reaksi pasar terhadap kondisi politik tidak mungkin dinegosiasikan karena pasar memiliki jalan pikirannya sendiri. Hal ini terlihat dari anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menjadi indeks saham terlemah di Asia, merupakan respons langsung atas ketidakstabilan politik yang terjadi belakangan ini.
Menurut Rocky, IHSG yang drop dan membuat perdagangan saham dihentikan sementara menunjukkan bahwa ekonomi merespons keadaan politik dengan cara yang paling transparan. Ia juga membandingkan situasi pasar saham dengan pasar Tanah Abang yang semakin sepi pembeli, menunjukkan bahwa ketidakpastian ekonomi tidak hanya berdampak pada dunia investasi, tetapi juga di sektor perdagangan dan konsumsi masyarakat.
“Isu politik mungkin bisa ditunda dengan negosiasi di antara partai. Demikian juga keriuhan kontroversi Undang-undang TNI, dengan negosiasi masih bisa dicari semacam keseimbangan antara pro dan kontra,” kata Rocky dalam kanal YouTube pribadinya, Rabu (19/3/2025)
Namun, Rocky menegaskan bahwa reaksi pasar terhadap kondisi politik tidak bisa dinegosiasikan. “Tetapi kalau soal reaksi pasar terhadap keadaan politik itu tidak mungkin dinegosiasikan, karena pasar punya jalan pikirannya sendiri,” sambungnya.
Rocky juga mengomentari langkah Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, yang turun tangan untuk menenangkan pasar. Ia menilai kehadiran Dasco bukan untuk intervensi pasar, melainkan sebagai upaya memberikan kepastian bahwa stabilitas politik masih bisa dikendalikan.
“Karena itu pasar bisa membaca sebagai sinyal bahwa pemerintah mengontrol terhadap politik, bukan terhadap pasar,” jelasnya.
Di sisi lain, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah, bahkan mendekati Rp17.000 per dolar. Rocky mempertanyakan apakah Bank Indonesia mampu menstabilkan nilai tukar dalam jangka panjang, mengingat cadangan devisa yang terbatas.
“Hubungan ekonomi dan politik sangat kompleks. Gangguan kecil di sistem saraf politik bisa menyebabkan tubuh ekonomi bergejolak. Demikian juga sebaliknya, gejolak ekonomi bisa memicu ketegangan politik,” tutup Rocky. (Vel)