JAKARTA, METROPAGI.COM – Dewan Pakar Partai Nasional Demokrat mengadakan pertemuan dengan Dewan Pakar Partai Gerakan Indonesia Raya di Nasdem Tower, Kota Jakarta Pusat, Selasa (26/11/2024). Ketua Dewan Pakar Burhanuddin Abdullah hadir memimpin delegasi Partai Gerindra, sementara dari Partai Nasdem dipimpin langsung oleh Ketua Dewan Pakar Peter F. Gontha.
Seperti dikutip dari siaran persnya, Kamis (28/11/2024), diskusi dibuka Peter dengan menyampaikan bahwa meskipun Partai Nasdem berada di luar Kabinet Merah Putih yang dipimpin Partai Gerindra, partai itu tetap menjadi pendukung pemerintahan, bukan berarti beroposisi.
Untuk itu, Dewan Pakar Partai Nasdem ingin memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang kebijakan dan langkah program pemerintah dimaksud melalui para pakar partai pengusungnya.
Diskusi berlangsung serius tapi penuh dengan humor, terutama karena semua hadirin memanggil Burhanuddin dengan sapaan ‘prof’. Burhanuddin mencoba berkelit karena merasa belum resmi memperoleh gelar itu.
“Sudah lama orang-orang memanggil saya sebagai profesor. Awal mulanya pada masa Gus Dur di mana saya saat itu menjadi Menko Perekonomian. Idrus Marham, politisi dari Partai Golkar, dalam sejumlah rapat dengan kami terkait perumusan undang-undang, kebetulan saya membawa tim saya yang semuanya sudah bergelar profesor. Idrus pukul rata menyebut semua mitra dari pemerintahnya sebagai profesor, termasuk kepada saya,” ujar Burhanuddin.
Daya Saing Bangsa dan Makan Bergizi Gratis
Burhanuddin membuka pemaparannya dengan mengungkap hubungannya dengan Presiden Prabowo Subianto. Ia mengaku sudah berkenalan dengan Prabowo sejak tahun 2011, jauh sebelum Burhanuddin bergabung dengan Partai Gerindra pada 2014.
Kala itu, Prabowo mengajaknya bertemu untuk berdiskusi tentang berbagai hal. Pertemuan biasanya berlangsung di restoran di hotel terkemuka di Jakarta yang berlangsung dari sore hari hingga lewat pukul 12 malam, dan pegawai restoran hanya melihat dari jauh asyiknya mereka berdiskusi tanpa berani mengingatkan bahwa restoran sudah harus tutup.
Dari diskusi yang panjang itulah Burhanuddin berkesimpulan bahwa Prabowo adalah figur yang mempersiapkan dirinya untuk jadi presiden jauh-jauh hari. Ia memiliki kegelisahan yang mendalam tentang kehidupan bangsa dan sangat ingin mengubahnya.
Itulah yang kemudian dituangkannya dalam sejumlah buku karyanya seperti ‘Indonesia Menang’. Dan ketika Prabowo berhasil meraih kekuasaan itu melalui Pemilu 2024 silam, pemikirannya diformulasikan ke dalam Asta Cita.
Masih menurut Burhanudin, hal yang paling menggelisahkan dari kondisi bangsa Indonesia ialah lemahnya daya saing bangsa Indonesia, utamanya generasi muda, dibandingkan dengan bangsa-bangsa di dunia. Terutama bila diproyeksikan beberapa puluh tahun ke depan.
Dengan menyebut sejumlah parameter, jika ini dibiarkan keadaan semakin memburuk. Karenanya ia bertekad kelak pada tahun 2045 ketika usia Indonesia Merdeka mencapai seratus tahun bangsa ini diisi oleh generasi emas.
Dan itu harus dimulai dengan memperbaiki gizi mereka. Di sinilah muncul konsep makan siang gratis, yang diimplementasikan sebagai Program Makan Bergizi Gratis.
Perbincangan menghangat ketika paparan Burhanuddin sampai kepada bagaimana pemerintah harus membiayai program ini. Berbagai skenario dipaparkan oleh mantan Gubernur Bank Indonesia ini, dari konsolidasi APBN, Danantara, hilirisasi, peningkatan devisa melalui kebijakan ekspor yang progresif, hingga memajaki orang kaya.
Berani Mengambil Langkah Penegakan Hukum
Dalam sesi diskusi, Dewan Pakar Partai Nasdem berusaha menggali lebih banyak informasi terkait program Asta Cita ini. Satu hal yang menarik, diperoleh kesimpulan bahwa semua permasalahan yang membelit bangsa ini bermuara kepada penegakan hukum.
Ketika hal itu ditanyakan, apakah pemerintahan Prabowo berani melakukan penegakan hukum tanpa pandang bulu, Burhanuddin menjawab optimis: “Sepemahaman saya berinteraksi dengan beliau, Pak Prabowo adalah pemimpin yang berani untuk melakukan itu.”
(miq/miq)
Sumber: cnbcindonesia.com