JAKARTA, METROPAGI.COM – Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi, melalui berbagai putusannya, berkomitmen terus menjaga hak politik warga negara, khususnya dalam pemilihan umum.
“Mahkamah Konstitusi sudah banyak menerbitkan putusan yang memberi ruang yang lebih fleksibel kepada pemilih untuk bisa menggunakan hak pilihnya,” ujar Saldi Isra dalam acara bertema Suara Kita: Jernih Berpikir, Bebas Berekspresi dipantau dari Jakarta, Jumat.
Saldi Isra lantas mencontohkan putusan MK yang memberi kesempatan bagi pemilih yang namanya tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT) untuk menggunakan hak pilih sepanjang memiliki identitas yang jelas.
Adapun syaratnya, pemilih tersebut menggunakan hak pilih 1 jam sebelum berakhirnya masa pencoblosan. Ha pilih ini digunakan di tempat kartu identitas tersebut diterbitkan.
“Itu salah satu cara Mahkamah Konstitusi melindungi hak warga negara untuk menentukan pilihan,” kata dia.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga menerbitkan Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang menurunkan ambang batas partai politik pengusul pasangan calon kepala daerah.
Sebagaimana yang diucapkan oleh pegiat pemilu, putusan tersebut mengurangi jumlah pasangan calon tunggal untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Berdasarkan penyelidikan awal Perludem menjelang pencalonan kepala daerah, sebanyak 154 daerah berpotensi hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah atau calon tunggal apabila tidak ada perubahan syarat pencalonan dari MK.
“Sekarang katanya tinggal 37 calon tunggal. Nah, itu salah satu sumbangan penting Mahkamah Konstitusi terhadap perlindungan hak warga negara untuk memilih kandidat,” ucap Saldi.
Mahkamah Konstitusi, lanjut dia, juga menghapus larangan untuk berkampanye di lingkungan kampus. Menurut dia, para calon pemimpin bangsa harus diberi ruang untuk bisa menyampaikan ide, gagasan, dan agenda-agenda kerjanya di kampus.
Kampanye di lingkungan kampus, kata dia, merupakan salah satu bagian dari pendewasaan berpolitik sepanjang diberikan kesempatan yang sama untuk semua calon.
Meskipun demikian, para calon tetap dibatasi agar tidak membawa atribut partai politik masuk ke lingkungan kampus.
“Secara ide boleh bertarung, keluarkan gagasannya, boleh berbeda pendapat, tetapi tidak perlu tonjolkan ini warnanya merah, ini kuning, dan segala macamnya. Itu tidak terlalu penting,” kata Saldi. (ANTARA)